Author :
Kaizza24
Main cast :
Kim Taehyung, Eun Ji Na
OC :
Find it yourself
Genre :
Tragedy/AU/Romance/Hurt/Slight Psycho
Disclaimer :
FF ini murni hasil pikiran author dan sama sekali tidak
mengambil contoh plot yang ada di FF lain.Karya ini jauh dari kata plagiat atau
copy-cat.Hargai karya author dan selamat menikmati.
Don’t be silent reader and give it a lot love.
RnR jusseyo
.
.
.
“orang tuamu akan segera tiba, dan setelah mereka datang aku
akan pergi” ucapnya.
Taehyung merasa tidak menyukai sikap Jina yang
mempedulikannya.Dan semakin Jina bersikap perhatian padanya, ingatan tentang
Nara semakin menyiksanya.
Sifat peduli itu tampak sama pada Jina dan Nara.
Taehyung memijat pelipisnya.
“terserah” namja itu sedikit menbanting tubuhnya saat
kembali berbaring.
Jina menatapnya nanar.
.
.
Pikiran Taehyung berkecamuk.
Ia sendiri bingung dengan kenyataan itu.Mengapa dalam
mimpinya ia melihat wajah Jina.Ia menyentuh perban yang membalut
luka-lukanya.Jemarinya menyusuri gulungan kasa putih itu lalu membuang nafas
dalam.
‘kenyataannya aku
masih hidup, walaupun terluka’
batinnya
Bukan rasa lega dan bahagia ketika menyadari dirinya masih
selamat.Justru namja itu semakin menyalahkan dirinya mengapa tidak mati saja
kurang lebih dengan cara yang hampir sama dengan Nara.
Pecahan cermin itu.
Juga luka-luka di tubuhnya.
Kriet.
Pintu kamar opname itu terbuka.Jina memasuki ruangan
Taehyung membawa nampan berisi sarapan dan obat.
Manik tajam itu segera mengalihkan fokusnya ke jendela.
Seolah ia sangat membenci Jina.
Menurutnya, kenapa Jina harus menyelamatkannya sementara ia
ingin mati.Dan juga, perhatian Jina padanya begitu mirip dengan perhatian Nara
semasa ia hidup.
Dan Taehyung semakin membencinya. Taehyung ingin sekali
menyudahi hidupnya dan berharap bisa bertemu dengan Nara di alam yang lain.
Semakin rasa benci itu datang, semakin kuat niatnya untuk
mengakhiri hidupnya.Ia tak tahan dengan beban yang menutup hati dan pikirannya
untuk kembali normal.
Namun, manusia normal tidak akan bersikap demikian.Kondisi
mental namja berwajah tirus itu memang sedang mengalami penekanan cukup
kuat.Siapapun yang merawatnya harus pandai menjaga perasaaan Taehyung.
Hal ini membuat Jina menatap Taehyung penuh rasa
kebingungan.
Namja itu memang tampak tidak ingin berinteraksi dengan Jina
semenjak kejadian di pemakaman Nara.Jina sendiri merasa dibingungkan dengan
kenyataan itu.
Dokter psikolog sudah menjelaskan bahwa Taehyung kemungkinan
memberi batasan pada pikirannya untuk orang lain.Fokus pikirannya hanya pada
kematian Nara dan rasa bersalah itu.Ia menganggap Jina sebagai penghalang untuk
bertemu Nara.Dengan kata lain, Taehyung memang ingin mati namun Jina
menyelamatkannya.
Dan beberapa menit lalu pihak rumah sakit memberitahukan
bahwa orangtua Taehyung sedang berada di Amerika menjalankan bisnis
mereka.Kabar mengenai putranya itu tak membuat keduanya pulang menjenguk.Jina
ingin sekali memberitahu namja bermarga Kim itu, namun ia urungkan ketika
melihat sosok berhidung bangir itu berwajah kesal.Jina mencemaskan jika
Taehyung mungkin saja mengamuk dan akan melukai tubuhnya kembali.
Taehyung memang kesal karena keegoisan orangtuanya kali ini
sudah keterlaluan.Walaupun ia tidak meminta perhatian khusus, Taehyung hanya
ingin tidak terlihat menyedihkan karena hidup
sendirian.
“kenapa kau belum pergi dari sini?” sindir Taehyung dingin.
Jina hanya menghela nafas dalam.Ia berusaha sabar dengan
kondisi mental Taehyung yang ‘sedang sakit’.
“kau harus makan dan meminum obatmu” jawabnya datar.
Rasa takut Jina pada Taehyung perlahan memudar seiring ia
tahu namja didepannya itu bukanlah pembunuh yang melarikan diri atau
semacamnya.Seperti pertama kali bertemu Taehyung.
Justru sebaliknya, Kim Taehyung adalah seseorang yang sangat
membutuhkan perhatian orang lain untuk membantu memulihkan mentalnya.
Kejadian ini sangat menggelikan bagi Jina.Terlebih kedua
orangtua Taehyung meminta tolong padanya untuk menjaga putranya sampai sekitar
2 bulan.Dan mereka akan membayar Jina dengan sangat mahal.
Gadis itu merenung.
“yak, kau mau memberikan makananku tidak?!!” bentak Taehyung
emosi.
Jina membuyarkan lamunannya tentang tawaran itu.
“ah maafkan aku, iya tentu saja… ini sendoknya” Jina
menyodorkan alat makan itu pada Taehyung.
Diam-diam ia menatap wajah tampan Taehyung.Sungguh betapa
miris hidup namja yang kini sedang melahap makanannya.
Keegoisan orangtuanya, tragedi yang sudah merenggut
kekasihnya, rasa bersalah dan tertekan karena kematian orang yang sangat ia
cintai.Dan sekarang Taehyung menderita karena mentalnya sedang sakit.
Seperti tidak memakan apapun beberapa hari.Ia terlihat
kelaparan.
“dunia ini memang kejam” ucapnya lirih.
Taehyung meliriknya tajam.Jina menelan ludahnya kasar.
“aku tidak mengatakan apapun, sungguh” Jina memberikan tanda
‘peace’.
.
.
.
“noona, kau tidak bercanda kan? Itu angka yang fantastis
!!!” Jimin memekik kaget saat Jina memberitahunya berapa gaji yang akan ia
terima jika Jina setuju untuk merawat Taehyung selama kurang lebih 2
bulan.Minimal namja itu sudah menunjukkan kesembuhan mentalnya.
“aniya, aku serius Jimin-ie, hanya saja aku belum yakin.Dia
bukanlah orang yang kukenal sebelumnya, aku takut” gumam gadis itu seraya
merapatkan jaket tebalnya.
Mereka saat ini sedang duduk di taman rumah sakit.
Jina kembali melamun.
Flashback
“Jina-ssi, aku mohon
padamu untuk menjaga Taehyung-ie dan membantu kesembuhannya, tidak akan lama,
hanya 2 bulan saja…ne.. kita akan membayar dengan harga yang pantas.Tolong
bantulah kami, Taehyung adalah anak tunggal kami, namun pekerjaan kami disini
tak dapat ditinggalkan begitu saja, aku tahu kami egois tapi kami janji akan
segera pulang 2 bulan lagi, dan sampai saat itu kumohon jagalah Taehyung dan
bantulah dia untuk sembuh”
Jina bingung.
“tapi ahjussi, aku
sama sekali tidak mengenal putra anda”
“tolong kami
Jina-ssi, aku akan mengurus semua yang kau butuhkan mulai sekarang, oke”
Tut tut tut
Panggilan itu
terputus begitu saja.
Flashback end
“noona, kenapa kau melamun?” Jimin menyenggol pundak kakak
keponakannya.
“ah aniya aniya, aku tidak melamun kok”
Jimin membuang nafas berat.
“tidak melamun tapi aku mengajakmu bicara dan noona hanya
diam saja” ejek Jimin.
Jina melempar senyum kering.
.
.
“Taehyung-sii, orangtua anda tidak dapat kemari karena
urusan bisnis yang tidak bisa ditinggalkan…jadi..”
“ah dwaesso dwaesso,
aku tak mau dengar lagi.Mereka tidak akan pulang kalau belum mendengar kabar
anaknya mati !” Taehyung menyuruh perawat itu keluar dari ruangannya.
Taehyung sudah muak dengan kedua orang tuanya.
“tapi anda harus mendengarkan…”
“KUBILANG KELUAR SEKARANG JUGA !”
Perawat itu tampak sedikit gemetar mendengar bentakan keras
Taehyung.Perlahan ia membawa kembali map berisi dokumen administrasi rumah
sakit yang harus ditandatangi Taehyung.
“aku tidak suka dipaksa” ucapnya lirih.
Ia membanting tubuhnya ke tempat tidur dan berusaha
memejamkan matanya yang pedih.Semalaman ia terus memutar video pendek itu dan
berakhir dengan mimpi ketika ia berada di pemakaman.Wajah Jina kembali muncul
tiap kali ia akan terbangun.
Ia sendiri juga bingung mengapa mimpi itu terus terulang dan
berakhir sama.Taehyung menyumpahi dirinya untuk tidak tertidur dan akan terus
terjaga agar tidak bermimpi semacam itu lagi.
Namun tubuhnya terasa lelah.
Kedua kelopak mata itu perlahan turun.
Taehyung pun jatuh tertidur.Obat penenang yang ia minum tadi
membuatnya mengantuk.
Sementara Jina sedang menungguinya tanpa berbicara sepatah
kata pun.Gadis itu melihat Taehyung lalu menyelimutinya.
“apa dia sudah tidur?” sapa seorang dokter.
Jina mengangguk pelan.
“dokter, apakah kondisinya saat ini semakin parah? Karena
semalam ia tidak tidur sama sekali dan ia juga tampaknya mengalami mimpi buruk”
dokter itu tersenyum karena Jina memang gadis yang perhatian dan peka.
“kau benar, dia memang mengalami mimpi buruk secara terus
menerus karena kemungkinan mimpi itu sangat mengganggunya”
Jina menyentuh punggung tangan Taehyung yang diinfus.
“kau harus kuat” ucapnya memberi semangat.
Dokter itu pun menepuk pundak Jina.
.
.
Jimin sudah sampai di halaman rumah Jina.Ia memarkir mobil
milik mendiang ibunya itu dekat pagar.Kemudian ia turun dan mengetuk pintu.
“pamann bibii, Jimin-nie datang” teriaknya.
Krieet.
Jimin mengulas senyum manisnya saat mendapati pintu itu
terbuka.Sosok wanita berwajah mirip dengan Jina itu menyambutnya ramah.
“ah Jiminie, kukira kau siapa.Masuklah” Jimin mengambil
duduk di sofa.
Kedatangannya kerumah Jina, ingin memberitahukan perihal
Jina yang akan mengurus Taehyung.Ia merasa ini sebuah pemaksaan walaupun
nominal gaji yang ditawarkan orangtua Taehyung sangat tinggi.Jimin hanya tidak
ingin Jina mengalami hal buruk ketika merawat namja yang sedang sakit mental
itu.Jimin terus mengingat bagaimana Taehyung melukai dirinya sendiri.
“hmm bibi, aku mau mengutarakan sesuatu”
“katakan saja Jimin-ah, soal apa?” wanita itu tersenyum.
Jimin yakin bahwa keputusannya untuk memberitahu paman dan
bibi Jina itu sudah benar.
.
.
.
Sudah hampir seminggu.
Jina sudah mulai cemas karena ia beralasan pada kedua
orangtuanya sedang membantu pekerjaan temannya diluar kota.Ia tak mungkin
mengatakan sedang merawat seseorang dengan kondisi mental yang sakit.Apalagi
mengatakan kondisi sesungguhnya pada mereka.
Namun Jina tidaklah sendirian, ada dua orang perawat yang
juga ikut menemaninya mengurus Taehyung.Kedua orangtua namja itu sudah
menyiapkan sebuah apartemen untuk ditinggali Taehyung bersama Jina selama
proses penyembuhannya.
Mereka sudah sampai di depan pintu apartemen mewah
tersebut.Mata Jina tak luput dari kekaguman terhadap desain interior ruangan
apartemen tersebut.Ada nama keluarga Kim di ukiran potret besar keluarga kecil
tersebut.
Seorang ayah yang tampan dan tegap.Seorang ibu yang berwajah
kalem dan sendu, serta seorang anak laki-laki berusia 12 tahun berdiri ditengah
mereka dengan senyum manis.
“mereka masih tetap menyebalkan” umpat namja itu sembari
menjatuhkan dirinya ke kursi panjang.Ia menatap Jina yang yang masih terkagum.
“kampungan” sindirnya.
Jina mendecih pelan.Ingin sekali ia menghubungi ayah dan
ibunya, namun rasa takutnya jika mereka menolak mentah-mentah sementara Jina
sudah menandatangani surat perjanjian itu.Uang sejumlah sekian ratus juta won
sudah ditransfer ke rekeningnya.
Gadis itu menunduk lesu.
Bagaimana ada kejadian serumit ini?
Perlahan ia berusaha untuk tenang.
“hei kau ! , kau tidak punya telinga ya??” Taehyung mudah
sekali emosi jika ia tidak didengar.
Sikapnya itu sudah berubah drastis semenjak kematian Nara.
“kau membutuhkan sesuatu?” Jina mengingat isi perjanjian itu
dimana ia harus menjaga namja ini dengan sungguh-sungguh.Jika ia melanggar,
maka sanksi hukum sudah menanti.Jina menggelengkan kepalanya cepat.
“kau tidak akan tidur disini kan?” Taehyung menatap benci
pada Jina.
“aku akan tidur diluar, jika kau tidak nyaman” jawabnya
lesu.
Salah seorang perawat itu berpamitan dan akan kembali
keesokan harinya untuk memberikan terapi dan obat.
Taehyung sama sekali tidak menyukai hal ini.
“kenapa harus ada dua perawat juga? , aku masih bisa
melakukan semuanya sendirian” Taehyung terus berkata kasar dan membuat telinga
Jina panas.
“yak”
Taehyung menoleh cepat dengan raut wajah marah.
“aahhh aniya, maafkan aku aku kelepasan, hehe maafkan aku
tuan Kim” ucap Jina lalu ia pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
.
.
.
Beberapa jam setelah makan malam Taehyung berakhir, Jina
kembali ke ruang tengah dan mencoba menghubungi Jimin.
“kenapa tidak diangkat?” gumamnya cemas.
Memang asing rasanya jika tiba-tiba kau dipertemukan dengan
seseorang yang ingin bunuh diri karena kematian kekasihnya.Kemudian ia
mengalami sakit mental, dan lebih parahnya lagi kau lah yang ditunjuk untuk
mendampinginnya selama proses penyembuhan itu.Jina sama sekali tidak tahu kapan
namja itu akan kembali normal.
Gadis itu menepuk pelan punggung sofa itu karena cemas.
Keponakannya belum juga menjawab telepon.
“ahh sial, kenapa tidak diangkat??” umpatnya kesal.
Kepalanya sungguh pening.
“apa aku harus menelepon ayah?” ia menimang ponselnya karena
masih ragu jika harus memberitahu orangtuanya.
“aku bingung” gumamnya.
PRAAAANNGG
Jina terlonjak kaget mendengar sesuatu yang pecah dari arah
kamar Taehyung.
Jantungnya berdebar kencang karena pikiran mengenai niat
bunuh diri namja itu memenuhi otaknya.
“Taehyung-ssii..!”
TBC
Komentar
Posting Komentar